Judul saya


isi halaman

TAG

3 PERKARA YANG HARUS KITA JAUHI

Filled under: ,

JAUHI 3 PERKARA
Ditulis oleh Ustadz Agus Handoko, MA   
Manusia diciptakan kemuka bumi ini untuk mengelola sesuatu yang ada didalamnya dengan sebenar-benarnya, dan juga untuk menghamba kepada Sang Khalik Allah Swt.dengan mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.Setiap perbuatan manusia akan dimintai pertanggung jawabannya di akherat kelak, maka jalan apa yang akan ditempuh itulah pilihan setiap individu, yang pada akhirnya manusia akan merasakan bahagia atau sengsara.
Rasulullah saw memberikan jaminan kepada kaum muslimin selama mereka terbebas dari tiga perkara sebelum kematian terjadi pada dirinya, beliau bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ بَرِيْءٌ مِنْ ثَلاَثٍ : أَلْكِبْرُ وَالْغُلُوْلُ وَالدَّيْنُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Barangsiapa yang mati dan ia terbebas dari tiga hal, yakni sombong, fanatisme dan utang maka ia akan masuk surga (HR. Tirmidzi(.

Hadis diatas menunjukkan kepada kita semua sebagai ummat Nabi Muhammad untuk hindari tiga perkara tersebut yaitu : memiliki sifat sombong, fanatisme kepada golongan dan juga memiliki hutang yang belum dibayar. Kesemuanya parkara tersebut berdampak negatif bagi setiap jiwa muslim.


1.    Sombong.

    Sombong adalah sifat yang dimiliki manusia dengan menganggap dirinya lebih dengan meremehkan orang lain, karenanya orang yang takabbur itu seringkali menolak kebenaran, apalagi bila kebenaran itu datang dari orang yang kedudukannya lebih rendah dari dirinya, Rasulullah Saw bersabda:
اَلْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Takabbur itu adalah menolak kebenaran dan dan menghina orang lain (HR. Muslim).

    Sombong merupakan sifat iblis laknatullah, dengan sebab itulah ia divonis ingkar/kafir kepada Allah Swt, sebagaimana firman Allah Swt :
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “bersujudlah kamu kepada Adam”, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang sujud. Allah berfirman: Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) diwaktu Aku menyuruhmu?. Iblis menjawab: aku lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan aku dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah. Allah berfirman: turunlah kamu dari syurga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina (QS 7:11-13, lihat pula QS 40:60).

    Ada banyak dampak negatif atau bahaya dari sifat sombong ini, diantara adalah: Pertama, Tidak senang pada saran apalagi kritik, hal ini karena ia sudah merasa sempurna, tidak punya kekurangan, apalagi bila kesombongan itu tumbuh karena usianya yang sudah tua dengan segudang pengalaman, ia akan menyombongkan diri kepada orang yang muda, atau sombong karena ilmunya banyak dengan gelar kesarjanaan.

Kedua, Tidak senang terhadap kemajuan yang dicapai orang lain, hal ini karena apa yang menjadi sebab kesombongannya akan tersaingi oleh orang itu yang menyebabkan dia tidak pantas lagi berlaku sombong, karenanya orang seperti ini biasanya menjadi iri hati (hasad) terhadap keberhasilan, kemajuan dan kesenangan yang dicapai orang lain, bahkan kalau perlu menghambat dan menghentikan kemajuan itu dengan cara-cara yang membahayakan seperti memfitnah, permusuhan hingga pembunuhan.

Ketiga, Menolak kebenaran meskipun ia meyakininya sebagai sesuatu yang benar, hal ini difirmankan Allah Swt di dalam Al-Qur’an: Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan (QS 27:14).

Keempat, Dibenci Allah Swt yang menyebabkannya tidak akan masuk syurga. Allah Swt berfirman: Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong (QS 16:23).

Di dalam hadits, Rasulullah Saw bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبرٍْ

Tidak masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari sifat kesombongan (HR. Muslim).


2.    Ta'asshub atau Fanatisme.

Ta'asshub atau yang dikenal fanatic kepada perorangan atau kelompok tertentu, hal tersebut terjadi ditengah-tengah masyarakat  dan tidak bisa dipungkiri bahwa manusia termasuk kaum muslimin hidup dengan latar belakang yang berbeda-beda, termasuk latar belakang kelompok, baik karena kesukuan, kebangsaan maupun golongan-golongan berdasarkan organisasi maupun paham keagamaan dan partai politik, hal ini disebut dengan ashabiyah. Para sahabat seringkali dikelompokkan menjadi dua golongan, yakni Muhajirin (orang yang berhijrah dari Makkah ke Madinah) dan Anshar (orang Madinah yang memberi pertolongan kepada orang Makkah yang berhijrah). Pada dasarnya golongan-golongan itu tidak masalah selama tidak sampai pada fanatisme yang berlebihan sehingga tidak mengukur kemuliaan seseorang berdasarkan golongan, hal ini karena memang Allah Swt mengakuinya, hal ini terdapat dalam firman Allah yang artinya:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS 49:13).

Manakala seseorang memiliki fanatisme yang berlebihan terhadap golongan sehingga segala pertimbangan dan penilaian terhadap sesuatu berdasarkan golongannya, bukan berdasarkan nilai-nilai kebenaran, maka hal ini sudah tidak bisa dibenarkan, inilah yang disebut dengan ashabiyah yang sangat dilarang di dalam Islam, apalagi bila seseorang sampai mengajak orang lain untuk bersikap demikian, lebih-lebih bila seseorang siap mati untuk semua itu, maka Rasulullah Saw tidak mau mengakui orang yang demikian itu sebagai umatnya, hal ini terdapat dalam hadits Nabi Saw:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا اِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ

Bukan golongan kami orang yang menyeru kepada ashabiyah, bukan golongan kami orang yang berperang atas ashabiyah dan bukan golongan kami orang yang mati atas ashabiyah (HR. Abu Daud)


3.    Utang.

Dalam hidup ini, manusia seringkali melakukan hubungan muamalah dengan sesamanya, salah satunya adalah transaksi jual beli. Namun dalam proses jual beli tidak selalu hal itu dilakukan secara tunai atau seseorang tidak punya uang padahal ia sangat membutuhkannya, maka iapun meminjam uang untuk bisa memenuhi kebutuhannya, inilah yang kemudian disebut dengan utang. Sebagai manusia, apalagi sebagai muslim yang memiliki harga diri, sedapat mungkin utang itu tidak dilakukan, apalagi kalau tidak mampu membayarnya, kecuali memang sangat darurat, karena itu seorang muslim harus hati-hati dalam masalah utang, Rasulullah Saw bersabda:
ِايَّاكُمْ وَالدَّيْنِ فَاِنَّهُ هَمٌّ بِاللَّيْلِ وَمَذَلَّةٌ بِالنَّهَاِر

Berhati-hatilah dalam berutang, sesungguhnya berutang itu suatu kesedihan pada malam hari dan kerendahan diri (kehinaan) pada siang hari (HR. Baihaki)

Bagi seorang muslim, utang merupakan sesuatu yang harus segera dibayar, ia tidak boleh menyepelekannya meskipun nilainya kecil. Bila seorang muslim memiliki perhatian yang besar dalam urusan membayar utang, maka ia bisa menjadi manusia yang terbaik. Rasulullah Saw bersabda:

 خَيْرُ النَّاسِ خَيْرُهُمْ قَضَاءً
Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar utang (HR. Ibnu Majah).

Namun apabila manusia yang berutang tidak mau memperhatikan atau tidak mau membayarnya, maka hal itu akan membawa keburukan bagi dirinya, apalagi dalam kehidupan di akhirat nanti, hal ini karena utang yang tidak dibayar akan menggerogoti nilai kebaikan seseorang yang dikakukannya di dunia, kecuali bila ia memang tidak mempunyai kemampuan untuk membayarnya, Rasulullah Saw bersabda:

 اَلدَّيْنُ دَيْنَانِ فَمَنْ مَاتَ وَهُوَيَنْوِىْ قَضَاءَهُ فَأَنَا وَلِيُّهُ وَمَنْ مَاتَ وَلاَيَنْوِىْ قَضَاءَهُ فَذَالِكَ الَّذِىْ يُؤْخَذُمِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ يَوْمَئِذٍ دِيْنَارٌ وَلاَدِرْهَمٌ.

Utang itu ada dua macam, barangsiapa yang mati meninggalkan utang, sedangkan ia berniat akan membayarnya, maka saya yang akan mengurusnya, dan barangsiapa yang mati, sedangkan ia tidak berniat akan membayarnya, maka pembayarannya akan diambil dari kebaikannya, karena di waktu itu tidak ada emas dan perak (HR. Thabrani).

Ketiga perkara tersebut jangan sampai terjadi pada diri kita sebagai ummat Islam. Sehebat apapun orang/golongan/partai yang kita ikuti, namun ketika berbuat salah maka seyogyanya bagi kita untuk mengislahnya jangan taklid buta. Hindari sifat yang selalu mendewakan diri sendiri, mengenggap lebih dari orang lain. Milikilah sifat yang selalu menerima pemberian dari Allah Swt (Qona'ah), jangan sampai kita memiliki hutang karena selalu tidak puas terhadap rizki yang kita dapatkan.
Wallahu A'lam Bisshawab.

Posted By Putradhinata01.30

3 AMAL MANUSIA

Filled under: ,

3 AMAL MANUSIA YANG DISUKAI GUSTI ALLAH



  1. SHOLAT
  2. BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
  3. JIHAD  FISABILILLAH




      Sholat
Shalat (Bahasa Arab: صلاة; transliterasi: Shalat), merujuk kepada ritual ibadah pemelukagama Islam. Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Rasulullah SAW sebagai figur pengejawantah perintah Allah.
Secara bahasa shalat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti, doa. Sedangkan, menurut istilah, salat bermakna serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.

       Berbakti kepada orang tua
                  Berbakti pada orang tua merupakan kewajiban bagi setiap anak, akan tetapi kenyataan yang kita lihat sekarang malah sebaliknya, seakan-akan orang tua yang harus taat dan berbakti pada anak. Padahal jika dicerna secara akal, sudah seharusnya kita taat dan berbakti pada mereka atas apa yang kita dapat dari perlindungan mereka, kasih sayang mereka, membiayai hidup kita, mendidik kita, menyekolahkan kita, dan sebagainya.
Di samping itu Islam juga telah mewajibkan kita untuk taat dan berbakti kepada keduanya, dan melarang mendurhakai keduanya. Oleh karena itu di sini saya akan membahas tentang fadilah-fadilah (keutamaan) berbakti pada orang tua serta akibat dari durhaka kepada keduanya, baik itu dari firman Allah SWT, sunnah, dan kisah-kisah para salafu-s soleh.

a.       Dari firman Allah SWT:

1)       “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Israa’:23)
Ayat di atas menjelaskan kepada kita kewajiban dan pentingnya berbakti pada orang tua, sebagaimana diletakkan di urutan kedua setelah kewajiban iman kepada Allah SWT. Kemudian ayat tersebut juga menerangkan larangan durhaka kepada kudua orang tua, yang mana digambarkan dengan ucapan “ah” dan membentak. Kalau mengatakan “ah” saja terhitung durhaka bagaimana dengan yang lebih dari ucapan “ah”? Seperti menolak jika disuruh, marah pada keduanya, apalagi sampai melawannya. Na’udzubillahi min dzalik…!

2)       “Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: “Cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: “Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar.” Lalu dia berkata: “Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka.” (QS. Al Ahqaaf: 17)
Ayat di atas menerangkan tentang ancaman durhaka pada keduanya.  Kemudian Allah SWT juga mengajarkan kepada kita tentang bagaimana jika orang tua bertentangan dengan agama kita. Dijelaskan dalam surat Al ‘Ankabuut ayat 8:

3)       “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu dan bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”  dijelaskan juga dalam surat Luqman ayat 15:

4)       “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

b.       Dari Sunnah Rosulullah saw:

1)       Abdullah bin mas’uud berkata, aku bertanya pada Rasulullah saw, amal apakah yang paling disenangi oleh Allah? Beliau saw bersabda:“Shalat pada waktunya” “Kemudian apa?” Berkata saw: “Kemudian berbakti pada kedua orang tua” “Kemudian apa?” Berkata saw: “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari)
2)       Rasulullah saw bersabda’: “Ridlo Allah dalam ridlo orang tua, dan murka Allah dalam murka orang tua.” (HR. Tirmidzi)
3)       Seorang lelaki bertanya pada Rasulullah saw: “Apa hak orang tua atas anaknya?” Beliau saw bersabda: “Keduanya adalah surgamu dan nerakamu.” (HR. Ibnu Majah)
4)       Rasulullah saw bersabda: “Termasuk dosa-dosa besar adalah menyekutukan Allah dan durhaka pada kedua orang tua.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Beberapa hadist di atas merupakan sebagian dari sekian banyak hadist yang menerangkan tentang wajibnya berbakti pada kedua orang tua dan haramnya durhaka pada keduanya.

c.        Dari kisah-kisah para salafu-s shaleh:

1)       Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya : “Apakah ini sudah melunasi jasanya (padaku) wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab : “Tidak! meski hanya satu jeritan kesakitan (saat persalinan).”
2)       Zainal Abidin, adalah seorang yang terkenal baktinya kepada ibu. Orang-orang keheranan kepadanya (dan berkata): “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibu. Mengapa kami tidak pernah melihatmu makan berdua dengannya dalam satu talam?” Ia menjawab: “Aku khawatir tanganku mengambil sesuatu yang dilirik matanya, sehingga aku durhaka kepadanya.”
3)       Dari Anas bin an-Nadhr al-Asyja’i dia berkata, “Suatu malam ibu Ibnu Mas’ud meminta air. Ibnu Mas’ud pun mengambil air, lalu dibawa kepada ibunya. Ternyata ibunya telah tertidur. Maka dia pun berdiri menunggui ibunya hingga pagi.”

Sungguh indah jika anak-anak mau berbakti pada orang tua. Setelah kita tahu bagaimana durhaka itu sendiri, maka jangan sekali-kali kita mengucapakan kata “ah” apalagi yang lebih dari itu yang menyakitkan hati keduanya! Karena murka Allah SWT ada pada murka keduanya.
Wallahu a’lam,
Semoga bermanfaat.

      Jihad Fisabilillah
                  Apa itu perjuangan Jihad Fisabilillah?.
                  Abuya Sheikh Imam Ashaari Muhammad at-Tamimi, dalam bukunya bertajuk AQIDAH MUKMIN I telah mentakrifkan arti perjuangan jihad fisabilillah (dalam waktu aman) adalah sebagaimana berikut:
Perjuangan jihad fisabilillah ialah perjuangan yang bernar-benar kerana ALLAH dan untuk ALLAH semata-mata. Hanya benar-benar satu jihad menegakkan agama ALLAH dan hukum- hukum ALLAH samata melibatkan yang Wajib, yang Sunat, yang Makruh maupun yang Haram. Mana-mana hukum yang Harus diperjuangkan agar menjadi ibadah.


Posted By Putradhinata01.25